Me-Muhammadiyahkan Muhammmadiyah Lembang Ku'lang, Bontodongkalang Part 2

 

Bendera hijau berlafadzkan "La ilaha illallah" berkibar gagah dilangit lembang bau, depan Baruga Sayang. 10 bendera Muhammadiyah bukan bendera Isis, menantang matahari pagi di jum'at berkah itu (7/11).

Selamat datang Pimpinan Daerah Muhammadiyah dan Pimpinan Daerah Aisyiah beserta rombongan di Bonea Timur. Spanduk rapi di dalam dan luar ruangan terpasang kuat. Ruangan nyaris penuh, menanti rombongan dari Ibu kota Kab. Kep' Selayar. 

Muhammadiyah sebagai lembaga, sebenarnya bukan hal asing ditempat ini, puluhan tahun lalu telah berdiri SMP. Muhammadiyah, kelas jauh dari SMP. Muhammadiyah Benteng. lokasinya berpindah-pindah dengan papan sebagai gedungnya. Miriplah sekolah Muhammadiyah lasykar pelangi di Bangka Belitung, miliknya  Aray, Kucai, Ikal, Jimbron, Trapani dan kawan-kawan bersekolah. Gedung tua yang berpindah-pindah. Lebih layak disebut kandang ternak, hanya saja di halamannya ada tiang Bendera dari bambu dan bendera merah putih sobek lagi kucel, tapi tetap pongah menantang Matahari.

Murid-muridnya semua dari dusun sekitar lembang bau, dari Bissorang, Bontokali', lembang ku'lang, Bontodongkalang, Sempolo, Bontoroka, Bontosinna, dan Bontomarannu. Kepala sekolahnya Pak Guru Daeng Sibali, Ust.Arif daeng ritangga, Ibu rewa', dan Guru-gurunya, Andi rahman, Abdul halim rimamba, Atikah, Rahmawati, Muhammad kasim, Sam syukur. SMP ini Sangat membantu Desa Pegunungan timur ini. Karena mereka tidak lagi harus Sekolah ke Posi. Bonea makmur, atau ke Benteng Sekedar untuk Lanjut SMP.

Dari jejak SMP inilah bukti terkuat bahwa Muhammadiyah Telah lama di Bonea Timur, belum lagi di lembang Ku'lang, seluruh warganya yang hanya 14 rumah tetapi seluruhnya kader Muhammadiyah yang langsung di Tarbiyah oleh Panrita Al Ust. Hammada dari Polebunging. Tetapi itu sebelum dan diawal-awal Indonesia merdeka. Panrita Hammada rutin membina lembang Ku'lang dan Bonto dongkalang, ajarannya masih terasa hingga kini.

Lembang bau belum ada di Waktu itu. Maulid ngarrak pandang yang di pandangnya banyak melanggar syariat diganti dengan A'mulu' tari, sehingga ambelu', a'rate, a'barazanji, a'dide, ditiadakan khususnya di acara Maulid. Maulid diisi dengan ceramah agama. Pesta pernikahan yang biasanya dengan Pagandrang, pa pui'-pui', jo'ong, diganti dengan qosidah itupun tanpa alat musik di Waktu itu, cukup dengan memainkan keindahan suara dan variasi group yang menawan.

Acara takziyah yang biasanya dengan a'bilang banggi, tradisi dupa, surom baca, potong kambing, diganti dengan takziyah berupa Nasehat dari Ustadz atau tokoh agama yang ada. Tradisi beduk tiap waktu sholat ditiadakan, diganti dengan Azan saja, dan Salah satu Muadzin  di lembang Ku'lang dimasa itu yakni Daeng adang (Adam). 

Muhammadiyah awwalun (pertama) di lembang Ku'lang seperti, Demmamuntuli, Demma'rappung, Daeng Hammado, Daeng Sallang,Daeng sa'e', Daeng masse're, Baso ampa, Daeng pede', Daeng tayye', Daeng Hayye', Daeng lajong, Daeng sirua, Daeng bado', Daeng Maliang, Daeng Bora', Daeng Juma', Daeng mammase, Daeng Sa'gang, Bakri Daeng Siola, Daeng Tangkasi (Imam Masjid Nurul Hidayah. Benteng), dan beberapa warga asli yang sudah tidak teridentifikasi. Merekalah peletak pertama dakwah Tauhid, Tajdid, anti TBC (Tahyyul, bid'ah, khurafat) pemurnian Islam dari singkretisme agama dan adat. Hanya saja Seperti apa yang disampaikan Mbah Hasyim al Asyari, bahwa dakwah belum selesai dan dinamis. Itulah sebabnya apa yang dicapai generasi awal ummat ini harus dilanjutkan ummat belakangan. Dan apa yang belum dicapai ummat generasi awal, maka ummat belakangan yang harus menyempurnakannya. 

Maka Seperti Muhammadiyah awal di lembang Ku'lang yang berevolusi menjadi Bonea Timur, tentu dengan berjalannya waktu, dan berbagai keterbatasan dimasa lalu, maka generasi milenial dan Gen-Z hari ini yang mentajdid (memperbaharui) kembali ajaran-ajaran Muhammadiyah yang sudah diawali oleh Kakek Nenek mereka dimasa lalu. 

Melalui berbagai aktifitas dakwah amar ma'ruf nahi mungkar di Desanya. Perkaderan, tarbiyah, pengaktifan lembaga dan Majelis, karena ranting adalah denyut nadi ummat dan perserikatan.



Reportase: M.Ishaq mattoali.

Editor: Sitti Nur Jannah.

Lebih baru Lebih lama