EKSLUSIF REPORT. KKN 1 ITSBM H+10

 

TOLONG APPA', POONG INRU' DAN RANTING MUHAMMADIYAH. 


"Nak jari gelemoki lattolong appa' inni ka la' majelis ta'lim moki?  (Anakku apa kita tidak akan main domino dan yoker lagi Karena kita aktif bermajelis ta'lim?)".

Perutnya naik turun, matanya nutup sambil tertawa ngakak disaat guruku yang berbadan tambun itu mengisahkan pertama kali jadi Guru muda di lembang bau, Desa Bonea timur kec. Bontomanai' dan menjadi kepala sekolah dasar di lato'dok, Pasi'lambena. 

Pak Iskandar bin H. Daeng matarang namanya. Meninggal muda sebelum pensiun Karena sakit komplikasi Diabetes, tekanan darah, dan asam urat. Dia seorang guru di sekolah dasar sekaligus da'i. Walaupun bukan specialis guru agama, tetapi mereka juga guru-guru se-zamannya multi fungsi, guru di sekolah sekaligus pendidik adab dan akhlakul karimah.

Masyarakat dipelosok dalam memahami syariat tentu berbeda dengan kaum perkotaan. Karena akses ilmu dan Informasi yang berbeda. Seperti yang diungkapkan Mustafa irate,seorang aktifis IMM yang pernah KKN di Desa Maharayya.Kec.Buki' Kab. Kep' Selayar, mengungkapkan, disaat hendak membangun Ranting Muhammadiyah disana, muncul riak-riak kecil disebagian Masyarakat. 

"jari la da'a kale-kalemo inru'? yang bermakna, "berarti kita tidak akan bisa lagi minum tuak?".

Terlepas dari hukum halal harom, apakah Domino, yoker, itu harom atau tidak, tuak itu harom atau tidak. Ada yang menarik untuk kita kaji lebih dalam. Dari sisi teknologi, apakah memang pohon Inru' atau aren hanya di peruntukkan untuk miras?, apakah tidak bisa dikelola dengan inovatif, bisnis yang lebih kreatif dan lebih menguntungkan daripada Ballo' (miras) itu tadi?. 

Jika ingin mendirikan ranting Muhammadiyah sebagai akar dari struktur Organisasi Muhammaddiyah, mungkin ada baiknya untuk berinovasi teknik da'wah sekalian berinprofisasi selama tidak bertentangan dengan Manhaj dakwah Tajdid dan Tauhid.

Apalagi Institut teknologi sains dan bisnis Muhammadiyah Selayar (ITSBM) menisbahkan diri kepada Teknologi dan Sains. Tentu beban moril itu berat, maka tidak berlebihan kiranya jika Ranting didirikan diikuti dengan edukasi teknologi terbarukan mengenai pengolahan aren dan turunannya, membuka marketnya seluas-luasnya. Sehingga disamping ranting berdiri Secara struktural juga ekonomi Masyarakat yang menjadi garapan ranting ikut terbangun. Program Studi ke wirausaahaan, membuka Jaringan bisnis dari Masyarakat sebagai produsen dan prodi ilmu komputer membantu pemasaran lewat online dan mendampingi Jamaah ranting binaan.


Tidak bisa di pungkiri, banyak ranting yang mati sebelum berkembang, apa kabar ranting Bonto koraang, ranting Maharayya, dan ranting - ranting lain?. Para Petani tuak, tetap "Istiqomah" dalam menjalankan ekonomi mabuknya itu, bukan karena mereka tidak paham halal harom, tetapi rayuan cuan lebih menggoda dari rayuan surga. Lebih menguntungkan, juga lebih mudah memasarkannya walau hanya skala "gelap-gelapan" tetapi bisnis remang-remang itulah lebih menggiurkan.

Teknologi gula aren, menjadikan kopi gula aren, bahan obat-obatan, doping alami, permen gula aren, dengan pemasaran yang kreatif lewat dunia maya, perlu jadi pertimbangan untuk menguatkan ranting. Sehingga ranting tidak didirikan untuk ditidurkan kembali dan kesannya formalitas belaka.

Apalagi tidak Setiap infanteri serdadu KKN itu, paham tentang ranting, paham tentang perserikatan, paham tarjih, Karena memang selama kuliah belum tentu aktif berlembaga IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah), IPM (Ikatan Pelajar Muhammadiyah), PM (Pemuda Muhammadiyah), NA (Nasyiatul Aisyiah) , atau Organisasi otonom lainnya, ujuk-ujuk berlembaga, alisnya belum tentu pernah muncul di Follow up Majelis tarjih, lalu boro-boro mau membentuk majelis ta'lim rutin dengan ranting sebagai instrumennya? 

Apa kabar ranting lama?

Di Negeri Zionist Yahudi, setiap KKN dari Prodi manapun disetiap Kampus, wajib membuka dan menjalankan bisnis selama dua tahun untuk mendapatkan syahadahnya, sebagaimana disebutkan dalam buku Ipho Santosa, 7 keajaiban rezeki. Menjadi entrepreneur sebelum Sarjana, bukan menjadi pengangguran baru setelah bertitel.


Reportase: M.Ishaq mattoali.

Editor: Sitti Nur Jannah.

Lebih baru Lebih lama