"Yani, memangnya kita mau main tombak-tombakan yah? atau mau bikin pager?"
Bisik Jendral Urip Sumoharjo sambil menahan tawa kepada Jendral Ahmad yani di waktu itu, yang masih Tentara muda. Ketika memimpin pasukannya disaat Kepala Staf Tentara Republik Indonesia melakukan inspeksi pasukan di Jawa barat waktu itu.
Tentara keamanan Rakyat (TKR) dari Badan Keamanan Rakyat (BKR) baru saja berevolusi setelah habis-habisan menghajar, para penjajah Jepang yang diikuti dengan menghajar Tentara Sekutu berikutnya. Bersenjatakan bambu runcing dan sedikit senjata ringan serbu, hasil rampasan dari Jepang dan Sekutu menjadi andalan Para lasykar Santri, baik dari lasykar Hizbullah atau lasykar-lasykar lain yang menyatukan diri dalam BKR atau TKR berikutnya.
Setahun Kemudian, tahun 1946 terjadi suksesi kepemimpinan dibawah Intruksi Soekarno untuk menentukan Panglima TKR. Dua calon menguat, Jendral Urip Sang Perwira senior dari Perwira jebolan KNIL ( Koninklijk Nederlands Indische Leger ) dan Letkol Sudirman jebolan PETA (Pembela Tanah Air).
Proses pemilihan sangat menegangkan, para Perwira senior mencurigai Perwira-perwira muda sebagai tentara yang dipengaruhi oleh Jepang, sebaliknya para Perwira muda mencurigai Perwira-perwira senior sebagai kaki tangan Penjajah Belanda dan sekutunya. Sementara itu lasykar-lasykar Santri, independent dalam melihat pergolakan dua kubu institusi pendidikan militer itu. Hasil akhir hanya Selisih satu suara, yang menyebabkan Pak Dirman menyerahkan Panglima TKR kepada Jendral Urip dengan alasan senioritas, Sarat Pengalaman dan peletak struktural TKR. Keputusan Pak Dirman menyebabkan Kaum Santri dan Perwira-perwira muda protes, sehingga Pak Urip menolak Keputusan Pak Dirman. Akhirnya kedua Perwira beda generasi dan beda institusi pendidikan militer itu menyerahkan keputusannya kepada Bung Karno. Keduanya dipanggil menghadap. Masing-masing alasan dikemukakan. Dan tibalah alasan pak Urip.
"Maaf Pak Presiden, Dirman sudah mengalahkan saya Dari sisi suara, sementara Saya tidaklah sepandai dia dalam membangun komunikasi dengan prajurit dan rakyat, dia seorang guru agama, dengan latar belakang santri, sehingga kepemimpinan TKR jauh lebih baik dirinya daripada diriku".
Maka sejak itu TKR dipanglimai oleh Letkol Soedirman dan dinaikkan pangkatnya menjadi Jendral penuh, sedangkan letjend Urip Sumoharjo beliau angkat sebagai kepala staf TKR. Itulah sebabnya di Akademi militer Magelang diabadikan Pak Dirman dalam bentuk patung lengkap dengan jubahnya, sebagai kebiasaannya sejak memimpin gerilya dengan latar belakang Santri dan Guru Madrasah di Banyumas, Jawa tengah.
Bersambung.....


