Sangpencerah.web.id | SELAYAR, --Tiga hari sudah berlalu dilaksanakannya Seminar dan Musyawarah Daerah III KAHMI Kepulauan Selayar. Berlangsung di aula gedung pelayanan haji dan umrah, sejumlah pemateri hadir menyampaikan pandangan terkait arah pembangunan daerah, termasuk sektor kelautan dan perikanan. Dalam kesempatan tersebut, Dr. Ir. Abd. Masyahoro, M.Si., dosen Fakultas Peternakan dan Perikanan Universitas Tadulako, turut memberikan pandangannya mengenai potensi dan tantangan pemanfaatan sumber daya laut di Selayar. (27/11/2025)
Hasil Musyawarah Daerah yakni terpilihnya lima Presidium: Muhammad Arsyad, Prof. Dr. Drs. Akbar Silo, M.Si., Zulfinas Indra, S.Sos., M.Si., Abdul Razak, S.Si dan Hj. Rosmiati. Sementara tiga dewan yakni: Dr. H. Nur Aswar Badulu, S.Ag.,M.Si. (Dewan Pakar), H. Saiful Arif, S.H. ( Dewan Penasehat), Zubair Nasir, S.E. (Dewan Etik).
Dalam sesi wawancara setelah kegiatan, Dr. Masyahoro menjelaskan bahwa posisi geografis Selayar memberikan peluang besar dalam sektor kelautan. “Selayar itu kabupaten kepulauan dengan lebih dari seratus tiga pulau. Mau tidak mau, sumber daya perikanan harus menjadi lokomotif utama bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya. Ia menilai bahwa banyak komoditas perikanan di Selayar memiliki potensi besar, namun pengelolaan masih didominasi pola tangkap tradisional yang kian terbatas.
Ia juga menyoroti karakter ikan pelagis seperti tuna dan cakalang yang tidak menetap di satu wilayah. “Jangan menganggap tuna itu potensi tetap. Mereka itu ikan migrasi tinggi, hanya lewat, tidak stay, sehingga sulit dijadikan sumber pendapatan stabil,” jelasnya. Karena itu, ia mendorong pergeseran strategi menuju sektor budidaya laut yang lebih modern dan realistis.
Budidaya udang vaname menjadi salah satu komoditas yang dinilainya paling memungkinkan dikembangkan di Selayar. “Modal satu kolam bundar sekitar lima belas juta, dan tiga bulan sudah bisa panen. Dua kolam saja sudah sangat membantu ekonomi rumah tangga,” terangnya. Ia juga menekankan pentingnya memilih lokasi budidaya yang steril dari limbah, khususnya di pulau-pulau kecil yang perairannya lebih bersih.
Selain udang, rumput laut juga menjadi komoditas unggulan yang menurutnya sangat sesuai dengan karakter perairan Selayar. Namun, pembudidayaan harus dilakukan di lokasi yang bebas pencemaran. “Jangan dipasang di depan kampung padat penduduk. Limbah rumah tangga bisa memicu penyakit pada rumput laut,” katanya.
Di sisi kelembagaan, ia menekankan perlunya penguatan kapasitas birokrasi. “Tempatkan orang yang benar pada posisi yang benar. Kadis perikanan harus paham teknis. The right man in the right place,” ujarnya. Ia juga mendorong pemerintah daerah menyiapkan dasar hukum yang kuat untuk pembangunan sektor ini. “Kalau bisa dibuat Peraturan Daerah. Peraturan Bupati itu mudah dicabut. Perarturan Daerah lebih kuat untuk program jangka panjang,” sarannya.
Menutup pembicaraan, ia menyampaikan bahwa pergeseran dari perikanan tangkap tradisional ke budidaya laut merupakan langkah penting yang harus mulai diambil Selayar sejak sekarang. “Ke depan, dunia akan bergeser ke budidaya. Selayar punya peluang besar kalau mulai dari sekarang,” tutupnya.
Disisilain, pembahasan tentang GEMERLAP yakni program Pemerintah Kab.kep. Selayar, (gerakan menanam lima juta pohon kelapa), tak juga habis dibicarakan. Hal ini karena Kelapa pernah menjadi komoditas utama yang menggerakkan ekonomi maritim dan perdagangan di Selayar pada abad ke-19 dan awal kemerdekaan. Namun, seiring waktu, peran kelapa dalam ekonomi Selayar menurun. Pemerintah Kabupaten Kepulauan Selayar kini berupaya membangkitkan kembali kejayaan kelapa melalui (GEMERLAP). Program ini bertujuan untuk revitalisasi ekonomi rakyat, pemulihan identitas maritim, dan pengembangan industri hilir kelapa.
Tantangan yang dihadapi adalah regenerasi petani, modernisasi industri, dan reformasi tata niaga. Jika berhasil, Diharapkan GEMERLAP dapat menjadi jembatan bagi visi ekonomi biru Selayar dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Dilansir dari laman Rakyatsulsel.fajar.co.id, kelapa bukan sekadar tanaman; ia adalah penanda mobilitas ekonomi maritim. Pada akhir abad ke-19, ketika pelayaran tradisional berkembang pesat, pelaut Selayar membawa kopra dalam jumlah besar dengan perahu layar, menyeberangi Selat Selayar, lalu bergerak ke Makassar atau Bima. Kelapa menjadi medium yang menyatukan ekonomi darat dan laut. Tidak mengherankan bila Christian Heersink, peneliti asal Belanda dalam karyanya menjuluki Selayar sebagai “emas hijau”, merujuk pada dua makna sekaligus: kekayaan kelapa serta kemampuan penduduknya mengubah hasil bumi menjadi kekuatan ekonomi yang melampaui batas pulau.
Reportase: M. Ishaq mattoali.
Magfiratul Jannah S.Kom.
Editor: Sitti Nur Jannah.