Sangpencerah.web.id | -- Aqiqah, sebuah tradisi yang dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW, telah menjadi bagian dari budaya masyarakat Muslim. Namun, seringkali aqiqah menjadi rumit dan susah karena digabungkan dengan tradisi-tradisi yang tidak sesuai dengan syariat.
Dalam sebuah ceramah di akun Youtube @Jagatauhid, ustadz Mujiman menjelaskan bahwa aqiqah adalah sunnah Nabi yang dianjurkan pada hari ke-7, 14, atau 21 setelah kelahiran anak. "Aqiqah adalah syariat Nabi kita, sunnah Nabi kita Shallallahu Alaihi Wasallam," ujarnya.
Ustadz Mujiman juga menjelaskan bahwa tradisi-tradisi yang terkait dengan aqiqah, seperti mengundang ustadz untuk mengisi pengajian, disemprot parfum, atau mendengarkan uro-uro, bukanlah bagian dari prosesi aqiqah yang sebenarnya. "Itu semua tradisi, dan tradisi itu ada yang sesuai dengan syariat dan ada yang tidak," jelasnya.
Beliau menekankan bahwa hukum asal dalam masalah adat istiadat adalah boleh, selama tidak bertentangan dengan tuntunan syariat. "Kalau dalam adat istiadat tersebut kemudian melakukan satu ritual dan menganggap roh Rasul datang, maka ini butuh dalil," tegasnya.
Dalam Himpunan Putusan Tarjih Muhammadiyah, dijelaskan bahwa sikap terhadap adat ada tiga: jika bertentangan, tinggalkan; jika bisa diperbaiki, perbaiki; dan jika selaras, lanjutkan. "Jadi, kita harus bijak dalam menyikapi tradisi-tradisi yang terkait dengan aqiqah," pungkas ustadz Mujiman.